Pembangunan Tidak Sesuai Master Plan

Kota Kupang Ibarat Kota ‘Mati’
Seperti lasimnya Kota Kupang adalah Kota KASIH, (Kupang, Aman, Sehat, Indah, dan Harmonis. Setiap orang yang tinggal di Kota Kupang akan berupaya untuk memaknai apa artinya Kota KASIH. Namun pada prinsipnya masih ada yang merasa kurang puas dengan tata kota di Kota Kupang tercinta ini.
Pasalnya pemeritah Kota Kupang ketika membangun kota ini tidak memikirkan melalui perencanaan yang baik (Master Plan) akibatnya kota ini ibarat kota yang sudah ‘mati’ bertahun-tahun.
Dalam suatu kesempatan di gedung kantor DPRD NTT, seorang anggota DPRD NTT yang meminta namanya tidak dikorankan kepada media ini meyampaikan, kalau ia merasa menyesal bahkan bingung dengan perencanaan pembangunan dan tata kota di Kota Kupang ini. Dia memberi contoh, dibangunnya Pos Polisi (Pospol) di depan pertigaan jalan umum di depan Kantor Gubernur NTT, dan bukan hanya itu saja, masih banyak hal yang ia kurang puas termasuk para pedagang yang masih berjualan di pinggiran jalan-jalan umum, apalagi masih ditemukan gedung-gedung mewah yang sudah mubasir. Termasuk hal yang memalukan adalah Dinas Pariwisata NTT masih mempertahankan gua monyet di tengah kota ini, padahal sudah diusulkan untuk dipindahkan ke luar kota.
Dia menyampaikan, pemerintah Kota Kupang sama sekali tidak ada konsep perencanaan, dan hanya menghabiskan uang rakyat dengan membangun kantor atau gedung yang hanya mengganggu pemandangan Kota Kupang.
Contoh lain yang dia beberkan seperti trafig ligh (lampu merah) yang dipasang pada jalur-jalur yang bukan pada tempatnya.
Itu artinya pemerintah hanya ingin menghabiskan anggaran tanpa memikirkan manfaat dari penggunaannya. Yang sangat disesalkan juga adalah sering membangun pada jalur hijau yang nantinya akan dibuka jalan umum dan pada akhirnya pembangunan itu digusur, akibatnya adalah dana tersebut hanya dibuang begitu saja.
Setiap tahun akan ada pembangunan tetapi ‘wajah’ Kota Kupang ini tidak akan berubah karena pembangunan berjalan tanpa konsep.
Dia juga menyinggung tentang trotoar untuk pejalan kaki saja susah dibangun pada hal hanya membutuhkan biaya yang tidak terlalu besar. Akibatnya setiap saat selalu ada kecelakaan karena tidak ada jalan untuk pejalan kaki. Di Pasar misalnya, sudah disiapkan tempat untuk berjulan, namun masih ada penjual yang berjualan di pinggiran jalan bahkan di jalan. Itu artinya pemerintah Kopta Kupang tidak menjalankan haknya untuk mengontrol dan mengawasi masyarakat dan karena itu nampaknya Kota Kupang semakin hari bukan bersih tetapi makin tambah kotor.
Dibidang perhubungan darat, sudah disiapkan terminal untuk para sopir menggunakannnya, namun masih ada lagi terminal-terminal bayangan. Para sopir sering memutar mobil angkutan umum di tengah jalan dan itu sangat berresiko tinggi terjadinya kecelakaan. Para penjual BBM (bensin) dimanan-mana selalu ada, bahkan ada yang menjual di depan SPBU (Pertamina).
Sehingga kelihatan ada tumpukan botol dan jerigen yang terpampang di jalan sangat menggangu keindahan kota ini. Ditegaskan, gedung-gedung yang sudah mubasir sebaiknya digusur dan dibersihkan agar kelihatan rapih. Karena masih banyak sekali gedung-gedung tua yang tidak lagi berfungsi dan sudah mubasir. Pelaku usaha di Kota Kupang ini juga ketika membangun tempat usahanya selalu berdempetan ke jalan umum, tidak lain adalah toko, kios, dan rumah-rumah makan. Semua itu adalah kelemahan pemerintah.
“Trotoar bukan tempat membangun kios atau warung makan, trotoar itu adalah tempat untuk pejalan kaki,” katanya. Namun jika dilihat maka selokan air dan trotoar dipakai untuk membangun kios, dan warung-warung makan.
Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) juga dibangun asal-asalan yakni di tengah-tengah kota. Padahal seharusnya dibangun agak jauh dari kota agar tidak mengganggu pemandangan umum.
Tempat-tempat strategis seharusnya pemerintah memanfaatkan dengan baik jika membangun suatu pembangunan. Pemerintah membangun hanya dengan memikirkan dalam jangka waktu yang singkat tanpa memandang kota Kupang ini ke depan. Dan pada akhirnya lingkungan kota Kupang ibarat kota yang tidak ada kendalinya.
Masih ada kebun, dan areal persawahan di tengah kota, apakah masuk akal kalau petani berladang di tengah suatu kota.
Lebih indah lagi kalau pemerintah berani melokalisasikan pelaku-pelaku usaha kelas kecil seperti warung atau rumah-rumah makan. Sehingga pengunjung juga tidak kelihatan simpang siur. Dimana-mana pemerintah atau DPR tidak pernah melarang sesorang membuka usaha, yang penting adalah terkontrol oleh pemerintah agar tidak mengganggu pemandangan sebuah kota. Intinya pemerintah Kota Kupang harus berani merubah pemandangan kota ini dengan suatu perencanaan yang matang agar tidak nampak hanya setiap tahun terjadi bongkar pasang. Hal yang sangat di sesalkan adalah pembangunan yang sudah dibangun sekarang ini merusak pemandangan kota Kupang karena pemrintah bekerja tanpa konsep. (***)