Bangsa Indonesia Belajar Dalam Masa Transisi

Kupang, Lentira
Dengan munculnya berbagai partai politik (Parpol) maka berbagai ideologi pun semakin berkembang. Negara kesatuan Republik Indonesia baru mencoba menata serta mencari bentuk-bentuk baru guna menemukan idealitas kesolehan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Dan tidak dapat dipungkiri dengan adanya kebebasan yang ditandai dengan munculnya Partai Politik (Parpol) maka berbagai perbedaan ideologi pun makin berkembang. Banyak perbedaan ideologi yang saat ini muncul dimasyarakat baik yang berlatar belakang agama maupun kebangsaan namun semuanya mengusung wacana besar kemanusiaan yaitu agenda kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Hal tersebut diampaikan Jumadi Nasir, Ketua Panitia Seminar Nasional Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Kupang di Hotel Pantai Timur, baru-baru ini. Hadir pada seminar yang bertemakan Menata Demokrasi Bangsa ditengah Krisi Multidimensi tersebut, mantan Ketua DPR RI Dr. Ir. H. Akbar Tanjdung, Ketua DPRD NTT, Melkianus Adoe, Anggota DRRD NTT, Yonathan Kana, Rektor Undana, Prof. Frans Umbu Datta, unsur pimpinan daerah lainnya serta para aktifis dari berbagai Organasasi Kepemudaan (OKP) dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang ada di Kota Kupang.
Rektor Undana, Prof. Frans Umbu Datta, dalam materinya menjelaskan, demokrasi secara umum diartikan sebagai pemerintahan. Dengan demikian, demokrasi dapat secara universal diartikan sebagai pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Merdekanya sejumlah bangsa termasuk bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa-bangsa barat, mendorong diimplementasikannya demokrasi dalam sistem politiknya dan republik sebagai bentuk sistem kenegaraannya.
Karena universalnya makna demokrasi, maka secara normatif demokrasi itu dicirikan oleh berkembangnya nilai kesetaraan (egaliterianisme), keragaman (pluralisme), penghormatan atas perbedaan (toleransi), menghargai kemanusiaan (hak asasi manusia), kebebasan, tanggung jawab, dan kebersamaan. Dalam makna politis, demokrasi di Indonesia telah cukup berhasil. Indikatonya yang paling nyata adalah berhasil dipilihnya Presiden dan Wakil Presiden secara langsung melalui Pemilu tahun 2004. Namun secara normatif-substansi, bangsa Indonesia masih harus banyak belajar dalam masa transisi ini menuju kematangan berdemokrasi yang selanjutnya akan menghantarkan bangsa Indonesia menjadi negara maju yang demokratis, sejahtera adil dan makmur dalam kurun waktu yang dapat diramalkan.
Dikatakan, ada sejumlah ancaman bagi demokrasi yang sekaligus merupakan ancaman bagi keutuhan bangsa. Kekuatan multi nasional companies atau kekuasaan atas pemerintahan yang tidak memperdulikan keadaan rakyat dan kerusakan lingkungan. Otoritas elite ekonomi dan politik diatas otoritas pemerintah yang sesungguhnya. Kurang kedewasaan berpolitik dari sejumlah penyelenggara negara sehingga cenderung mengutamakan kepentingan partainya daripada rakyat yang diwakilkannya. Daya saing bangsa menjadi lemah hampir dalam segala lini.
Ketertinggalan secara ekonomi dan keterbelakangan dalam bidang pendidikan serta penjajahan pikiran oleh bangsa lain melalui berbagai mekanisme, cara, teknik dan pendekatan serta modus lainnya.
Frans Umbu Datta menjelaskan, kenyataan tersebut membuat bangsa Indonesia masih terpuruk dalam serba kekurangan. Yang masuk dalam daftar kekurangan pada anak bangsa adalah kurang terdidik, kurang rajin, kurang tekun dan masih banyak lagi kekurangan yang lain. Semua kekurangan ini memang tidak hanya tipikal bangsa, tetapi nampaknya segala kekurangan tersebut seolah-olah telah membaur kental dengan keseharian anak bangsa sehingga kadangkalan tidak lagi terpikirkan apalagi disikapi secara nyata sebagai kekurangan yang wajib dibenahi.
Umbu Datta mengakui, tidak ada obat mujarab ataupun solusi untuk mengatasi semua permasalahan tersebut. Para elite politik dipemerintahan wajib menjawab semua masalah yang terjadi. Ia menyarankan, agar setiap pemimpin wajib memimpin dengan arif dan bijaksana dan bekerjalah sekuat tenaga hanya untuk rakyat. (ena)