JANGAN PISAH FLOBAMORATA

Bagian 2

Setelah Nikah Emas,
Cerai karena HARTA WARISAN??

Jufri Deny H. Pakh, SP
Direktur Utama Lira Q / Program Manager Lira Q NTT

Gaung Pilkada NTT telah bersambut, banyak kali kita mendengar janji-janji telah berucap dari bibir manis para calon Gubernur Nusa Tenggara Timur Periode 2008 – 2013. Iming-iming ini entah nanti terealisasi ataupun tidak, siapa yang tahu, yang jelas ini baru terealisasi ketika mereka sudah terpilih,hampir tidak ada yang realisasi dulu baru terpilih.
Dalam tahun 2008, propinsi kita tercinta ini akan memasuki usia Emas 50 tahun. Makna religius usia Emas layaknya sebuah pernikahan maka bagaimana suka duka, kebersamaan, dalam jalinan membangun keutuhan dengan segala warna kehidupan membuat pernikahan kita lewat pulau-pulau FLOBARATA menjadi berarti. Sandelwood di Sumba, Wangi cendana dengan harumnya (walaupun hanya tinggal nama) di Timor, Sasando di Rote, Alor dengan Moko, Tambang Emas di Lembata, Sabu dengan Rumput Lautnya dan Flores dengan Dana Tiga Warna, Kopra dan sebagainya. Ini adalah pernak-pernih kehidupan kita, Kelaparan di Paga tahun 1982, Banjir di Kabupaten Kupang, Gempa Bumi Tektonik di Flores, Alor, Ende, semuanya adalah segelintir kenangan dalam pernikahan kita. Katong semua satu rasa bukan?
Para kandidat Calon Gubernur kita mungkin terlampau bangga dengan keberhasilan-keberhasilan mereka pada dekade sebelumnya, yang membuat mereka banyak bercerita, mengumbar pesona, memberi motivasi tanpa strategi diatas lembar “bermaterai”, nah itulah tantangannya.
Kejelian kita dituntut untuk memilih mereka yang tepat yang tentu bercita-cita mencerai beraikan kita dengan janji semata wayang, dan kita dituntut memberi hak kita kepada mereka, namun pernahkah mereka bersedia memberi hak mereka kepada kita? HAK yang seharusnya berani mereka tampilkan bukan sekedar janji muluk-muluk, beranikah seorang pemimpin kita membuat pernyataan tertulis dalam kampanye di atas lembar “sah hukum”?
Di Negara-negara maju, kandidat karena keberhasilannya membangun masyarakat mereka di pilih, disponsori dan diberi modal untuk berkampanye. Masyarakat yang benar-benar telah merasakan bagaimana mereka tertolong memberi sedikit dari keuntungan bisnis mereka bagi kandidatnya untuk melenggang di dunia politik, namun terbalik dengan kita. Dunia politisir di wilayah kita siapa ingin menjadi politikus wajib berduit, wajib membayar ke parpol, dan hampir juga menjadi hamba bagi segelintir orang, menjadi pencuci piring di dapur orang gedean hanya agar kelak bisa menjadi BOSS di wilayahnya sendiri. Karena hutang-hutang inilah bagi semua janji muluk dikobarkan agar kelak HUTANG dapat DILUNASI, dan tidak cuci piring lagi.
Mewacanakan pemekaran NTT adalah cerita baru yang tentu mendapat apresiasi berbagai pihak, dukungan dan motivasi bagi program ini tentulah sangat berarti jika semata-mata memberi dampak positif bagi orang NTT bukan bagi pewacananya.
Saya sangat sependapat dengan salah seorang staf saya di Kabupaten Sikka yang pernah berkata “mereka suka makan dulu baru berdoa”mereka lebih memilih terjadi dulu baru menyadarkan yang penting mereka sudah kenyang duluan. yah mungkin benar juga kata saya dalam hati, kekejaman dan hati nurani kita kadang buyar karena kita lupa bahwa Tuhan pun mengajarkan kita BERDOA dulu BARU MAKAN, seperti yang telah saya tuliskan, menyadarkan supaya kelak kita semua kenyang dengan arti hidup dalam satu daratan, satu rasa dalam satu kebutuhan FLOBAMORATA. (Bersambung)