Editorial

Lebih baik beri kail dari pada BLT

Mau tidak mau, setuju ataupun tidak setuju masyarakat Indonesia lebih khusus lagi bagi masyarakat Nusa Tenggaran Timur (NTT) harus menerima adanya penetapan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh pemerintah.
Kenaikan harga BBM telah diputuskan saat ini dengan besaran kenaikannya 28,7 persen. Situasi ini terasa berat karena harga barang-barang lain juga terlanjur naik sebelum harga BBM dinaikan.
Setelah adanya penetapan justru harga barang naik lagi sehingga ada kenaikan harga dua kali. Kondisi seperti ini cukup memberatkan khususnya bagi kalangan masyarakat yang ekonominya pas-pasan atau miskin.
Oleh karena itu menurut salah satu pakar ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta menyarankan agar kenaikan harga BBM sebaiknya bertahap sekitar 10 persen tiap jangka waktu tertentu.
Sudah tentu bahwa ketika ada kenaikan harga BBM secara bertahap dampaknya tetap ada, namun tidak terlalu besar dari kondisi sekarang. Kenaikan secara bertahap akan menjadikan kenaikan yang tidak terlalu besar sehingga masyarakat tidak terkejut seperti kondisi sekarang.
Kenaikan harga BBM jika dilihat maka, bisa dikatakan kalau tidak terencana secara baik. Mengapa demikian karena pada awalnya pemerintah tidak berencana menaikan harga BBM di tahun ini (2008 Red) hingga tahun 2009.
Kebijakan pemerintah yang dikeluarkan saat ini menjadi gambaran bahwa pemerintah tidak belajar dari pengalaman masa lampau. Pengalaman yang pernah terjadi di tahun 2005 lalu sama halnya dengan kondisi saat ini.
Setelah kenaikan harga BBM oktober 2005 angka kemiskinan untuk skala nasional meningkat dari 31,1 juta jiwa pada tahun 2005 menjadi 39,3 juta jiwa di tahun 2006. Dengan angka pengangguran meningkat dari 10,3 persen menjadi 10,4 persen begitu pula dengan inflasi yang naik tajam sebesar 17,75 persen pada tahun 2006.
Bagaimana dengan kondisi sekarang pasca kenaikan harga BBM? Pertanyaan seperti ini akan terjawab ketika adanya pendataan ulang yang dilakukan oleh instansi terkait sehingga kita dapat mengetahui angka kemiskinan dan pengangguran setelah adanya kenaikan.
Dari contoh tahun 2005 kenaikan angka kemiskinan dan pengangguran dapat diketahui kalau adanya kenaikan pada tahun 2006. Jika demikian, setelah ada penetapan kenaikan harga BBM di tahun ini maka, kemungkinan adanya peningkatan angka kemiskinan dan pengangguran di tahun 2009.
Disamping itu, saat adanya kenaikan BBM, pemerintah justru mimikirkan strategi yang bijaksana untuk menenangkan masyarakat. Strategi tersebut yakni dengan menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat miskin.
Program ini merupakan bentuk bagi-bagi uang namun tidak efektif untuk menanggulangi dampak yang diterima masyarakat akibat kenaikan BBM. Mengapa demikian karena dana yang diberikan kepada 10 kota untuk setiap warga miskin hanya sebesar Rp. 100 ribu.
Sementara itu, biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah sebesar Rp. 13,37 triliun diperuntukan kepada 19,1 juta warga miskin. Sedangkan biaya untuk mencetak kartu BLT sendiri pada PT. Pos dan Giro memakan anggaran sebesar Rp. 22,92 Miliar dan biaya distribusi Rp. 105,05 Miliar.
Dengan demikian maka, BLT yang diperuntukan pemerintah untuk warga miskin merupakan bentuk suap polotik. Cara ini dimaksudkan agar dapat mencegah kemarahan masyarakat terhadap kenaikan harga.
Pemerintah seolah-olah hanya memikirkan cara instan untuk menyenangkan rakyat jelata, akan tetapi jika dilihat di seluruh daerah masih saja terjadi demo besar-besaran yang dilakukan oleh berbagai kalangan dalam upaya menolak kenaikan harga BBM.
Hal ini membuktikan bahwa masyrakat sekarang tidak bodoh atau mudah dibayar dengan uang. Sadar atau tidak jika pemerintah lebih fokus memberikan bantuan lain selain BLT tentu saja tidak akan terjadi bentrok antara mahasiswa dan aparat kepolisian seperti kasus penyerangan kampus Unas yang berakhir dengan dilakukannya pengusutan oleh Komnas HAM.
Masih banyak program-program lain yang lebih mendidik masyarakat dari pada BLT, seharusnya melalui pemerintah daerah setempat masalah ini dapat diselelsaikan. Dana yang terbilang besar dapat digunakan untuk kepentingan umum seperti Pendidikan, Kesehatan dan program-program unggulan daerah lainnya.
Menanggapi persoalan ini Wakil Ketua DPRD Kota Kupang Rudi Tonubesi di Kantor DPRD Kota Kupang belum lama ini mengatakan, Bantuan Langsung Tunai yang digulirkan Pemerintah saat ini tidak lebih dari memberi gula-gula kepada rakyat. Dimana setelah selesai diisap maka akan habis rasa manisnya. Maka menurut anggota DPRD Kota Kupang dua periode itu alangkah lebih baik apabila pemerintah merubah sistim pemberian bantuan yang bisa menghidupkan masyarakat dalam jangka waktu yang panjang. Atau dengan kata lain, lebih baik memberi Kail dari pada memberi Ikan. ***